Kamis, 22 April 2010

Faktor masyarakat cenderung menggunakan Metode KB alamiah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, sudah banyak orang yang memikirkan kembali tentang Keluarga Berencana. Program tampak sedikit dilupakan dekade terakhir ini. Bila dilihat dari angka jumlah penduduk di Indonesia yg berkisar 240 juta jiwa pada tahun 2008, program ini dapat dikatakan tidak cukup berhasil. Jika seandainya berhasil, sudah seharusnya angka penduduk Indonesia tidak berlipat ganda dalam kurun waktu satu generasi. Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia saat itu 120 juta jiwa. Dalam kurang lebih 30 tahun, penduduk Indonesia bertambah 70% (sensus 2000, jumlah penduduk Indonesia 206 juta jiwa). Sedangkan program KB sudah dikenal sejak tahun 1970. Dari mulai tahun 2000 sampai sekarang angka penduduk Indonesia bertambah hampir 40 juta jiwa. Hal ini dapat dikatakan hampir 30% dari angka di tahun 1971. Dari hal ini dapat dilihat bahwa trend KB merosot dalam decade ini (Xixi, 2009).
KB pada hakikatnya merupakan program yang turut berperan penting dalam menciptakan generasi masa depan bangsa Indonesia yang berkualitas serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Bila setiap keluarga di Indonesia merencanakan kelahiran anak secara bertanggungjawab maka kita akan memiliki generasi masa depan yang berkualitas dan siap pakai. Kenyataan membeludaknya TKI, pengangguran, tingginya angka kemiskinan, adanya anak jalanan, selain disebabkan oleh masalah sosial seperti kurangnya persediaan lapangan pekerjaan, rendahnya pendidikan, keterampilan dan keahlian, juga di balik itu memperlihatkan salah satu indikasi belum berhasil sepenuhnya penerapan program KB di Indonesia.
Beberapa pasangan suami-istri mengalami kesulitan dalam memilih metode KB. Ada ibu yang kegemukan mengikuti suatu metode KB, ada juga yang alergi dan sebagainya. Tentu itu bukan tujuan dari program KB, hanya efek samping tapi kadang-kadang turut mengusik kebahagiaan rumah tangga. Beberapa di antara mereka memperhitungkan masa subur, dimana masa subur sangat besar artinya bagi mereka yang menginginkan hamil dan bagi yang ingin menunda kehamilan. Bagi yang menginginkan kehamilan, masa subur bisa dijadikan patokan untuk melakukan hubungan seksual karena saat ini ovulasi sedang terjadi sehingga kemungkinan hamil sangat besar. Sedangkan bagi yang mau menunda kehamilan, masa subur merupakan masa yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Masa subur erat kaitannya dengan metode KB sederhana tanpa alat. Pengguna metode KB Sederhana tanpa alat di masyarakat jumlahnya cukup bervariasi. Terdapat beberapa faktor pendorong masyarakat menggunakan atau tidak metode KB tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.2.1 Faktor-faktor apa saja yang mendorong minat ibu menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat?
1.2.2 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat ibu untuk tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat?

1.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang objektif dan akurat, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara pada 40 orang ibu dengan usia yang berbeda di Desa ”X”, daftar pertanyaan terlampir.




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Minat Seseorang
Penelitian yang dilakukan oleh Sindhung (1999) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi diantaranya adalah pengetahuan, informasi, umur, sosial ekonomi serta dukungan tokoh masyarakat / keluarga. Hal ini sesuai dengan teori Green (1980) bahwa perilaku kesehatan termasuk didalamnya pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposing (pengetahuan, sikap, pendidikan, ekonomi keluarga), faktor-faktor pendukung (ketersediaan alat kesehatan, sumber informasi) serta faktor pendorong (dukungan keluarga/tokoh masyarakat) (Atiek Prihatmiati K, 2003).

2.2 Masa Subur
Masa subur adalah masa di mana persetubuhan akan menghasilkan keturunan. Sedangkan persetubuhan yang terjadi pada masa kering tidak dapat menghasilkan pembuahan (keturunan). Masa subur berlangsung sekitar tiga hari setelah masa haid ditandai dengan rasa basah (lengket seperti putih telur) pada alat vital wanita. Masa subur berlangsung antara 8 sampai 12 hari, disusul masa kering yang berlangsung sekitar 13 hari. Masa kering berakhir dengan datangnya kembali masa haid.
Panjang-pendeknya masa-masa subur tersebut berbeda-beda pada setiap wanita, karena itu perlu pengamatan serta pencatatan yang tekun dan teliti oleh akseptor. Juga harus dapat dibedakan antara lendir kesuburan pada masa basah dan lendir karena rangsangan seksual atau karena adanya jamur. Bagi akseptor yang ingin menunda atau menjarangkan kehamilan maka hubungan intim dilakukan pada masa kering, sedangkan pada masa basah dapat memilih metode alternatif . (Simamora, 2009)

2.3 Metode KB Sederhana Tanpa Alat
2.3.1 KB alamiah
Metode alamiah sering juga disebut dengan metode pantang berkala, yaitu tidak melakukan senggama pada masa subur seorang wanita yaitu sekitar waktu terjadinya ovulasi.
1. Cara kerja :
Untuk menggunakan keluarga berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika tidak menginginkan kehamilan.
2. Efektivitas :
Bila digunakan secara sempurna efektivitas metode KBA dapat mencapai 65%.
3. Manfaat :
• Dapat digunakan baik untuk menghindari atau untuk menginginkan kehamilan
• Tidak ada efek samping
• Meningkatkan pengetahuan mengenai fungsi reproduksi wanita
• Menumbuhkan kepercayaan diri tidak tergantung kepada kontrasepsi
• Meningkatkan keterlibatan pihak pria
• Tidak tergantung dengan tenaga medis
• Ekonomis
4. Indikasi :
Keluarga Berencana Alamiah merupakan metode yang sesuai untuk :
• Wanita yang mau mengamati tanda kesuburan
• Wanita yang mempunyai siklus haid yang cukup teratur
• Pasangan dengan tidak dapat mengguanakan metode lain
• Tidak keberatan jika terjadi kehamilan
5. Macam KB Alamiah :
1) Metode Kalender (Ogino-Knaus)
Metode ini ditemukan oleh Ogino dari Jepang dan Knaus dari Austria, dimana Ogino menyatakan bahwa ovulasi terjadi pada antara hari ke 12-16 sebelum haid yang akan datang, sedangkan Knaus berpendapat bahwa ovulasi selalu terjadi pada hari 15 sebelum haid yang akan datang. Untuk menggunakan metode ini, seorang wanita hendaknya menentukan masa ovulasi dari data haid selama 6 bulan.
• Teknik metode kalender :
Seorang wanita menentukan masa suburnya dengan :
a. Mengurangi 18 hari dari siklus haid terpendek, untuk menetukan awal dari masa subunya.
b. Mengurangi 11 hari dari siklus haid terpanjang, untuk menentukan akhir dari masa suburnya.
2) Metode Suhu Basal
• Cara kerja :
Hormone progesterone yang disekresi oleh korpus luteum setelah ovulasi, bersifat termogenik atau memproduksi panas. Karena itu dapat menaikkan suhu tubuh 0,050C sampai 0,20C dan mempertahankan pada tingkat ini sampai saat haid berikutnya. Peningkatan suhu tubuh sebagai peningkatan termal dan ini merupakan dasar dari metode suhu tubuh dasar ( STB) (Saifuddin.dkk,1996).
• Petunjuk penggunaan Metode Suhu Tubuh Bassal
Pantang dimulai pada hari pertama haid dan diakhiri saat diterapkan aturan peningkatan termal. Untuk menerapkan aturan peningkatan termal, harus diambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Selama siklus haid, klien mengukur suhu tubuhnya setiap pagi sebelum bangun dari tempat tidur dan mencatat pada lembar catatan.
b. Identifikasi suhu tertinggi dari suhu normal, catat dengan pola khusus selama 10 hari, dengan mengesampingkan suhu tubuh tinggi yang abnormal akibat dari demam atau ganggguan lain.
c. Tarik sebuah garis 0,050C di atas suhu tertinggi dari 10 suhu tersebut diatas. Garis ini disebut garis penutup atau garis suhu
d. Tunggu selama tiga hari dari suhu yang lenbih tinggi untuk memulai senggama. Fase tidak subur dimulai pada malam ketiga dari 3 hari berturut-turut dengan suhu diatas garis suhu.
e. Bila salah satu dari ketiga suhu turun atau dibawah garis suhu selama tiga hari perhitungan, ini pertanda bahwa ovulasi belum terjadi. Jadi klien harus menunggu selama tiga hari berturut-turut
f. Setelah fase tidak subur dimulai, tidak perlu lagi mencatat suhu tubuh sampai siklus haid berikutnya.
g. Untuk memperoleh perlindungan yang lebih baik, dianjurkan penggunaan STB dikombinasikan dengan metode lain seperti metode lendir serviks.
3) Metode Lendir Serviks (Billings)
Perubahan siklus dari lendir serviks yang terjadi karena perubahan estrogen. Lendir serviks yang diatur oleh hormon estrogen dan progesterone ikut berperan dalam reproduksi. Pada setiap siklus haid diproduksi 2 macam lendir serviks oleh sel serviks, yaitu :
a. Lendir tipe E (Estrogenik):
a) Diproduksi pada fase akhir pra ovulasi dan fase ovulasi
b) Sifat-sifat:
- banyak, tipis, seperti air (jernih) dan viskositas rendah
- spinkerbeit (elastisitas) besar
- bila dikeringkan terjadi bentuk seperti daun pakis
c) Spermatozoa dapat menembus lendir ini
b. Lendir tipe H(Gestagenik)
a) Diproduksi pada fase awal praovulasi dan setelah ovulasi
b) Sifat –sifat:
- kental
- viskositas tinggi
- keruh
c) Dibuat karena peninggian kadar estrogen
d) Spermatozoa tidak dapat membus lendir ini
Ciri-ciri lendir serviks pada berbagai fase dari siklus haid (30):
a. Fase I
- haid
- hari1-5
- lendir dapat ada atau tidak, dan tertutup oleh darah haid
- perasaan wanita : basah dan licin (lubrikatif)
b. Fase II
- post haid
- hari 6-10
- tidak hanya lendir / hanya sedikit
- perasaan wanita kering
c. Fase III
- awal pra ovulasi
- hari 11- 13
- lendir keruh, kuning atau putih dan liat
- perasaan wanita : liat dan atau lembab
d. Fase IV
- segera sebelum pada saat dan sesudah ovulasi
- hari 14-17
- lendir bersifat jernih, licin, basah, dapat diregangkan
- dengan konsistensi seperti putih telur
- hari terakhir fase ini dikenal sebagai gejala puncak
- perasaan wanita :lubrikatif dan atau basah
e. Fase V
- post ovulasi
- hari 18-21
- lendir sedikit, keruh dan liat
- perasaan wanita liat dan atau lembab
f. Fase VI
- akhir post ovulasi atau segera pra haid
- hari 27-30
- lendir jernih dan seperti air
- perasaan wanita : liat dan atau lembab-basah

• Teknik Metode Lendir Serviks
Abstain dimulai dari hari pertama diketahui adanya lendir setelah haid dan berlanjut sampai dengan hari keempat setelah gejala puncak.
• Penyulit-penyulit lendir serviks :
a. keadaan fisiologis : sekresi vagina karena ada rangsangan seksual.
b. keadaan patologis : infeksi vagina, serviks, penyakit-penyakit, pemakaian obat.
c. keadaan psikologis : sters baik fisik maupun emosional

2.3.2 Coitus Interuptus
Metode Withdrawal adalah metode kontrasepsi dimana senggama diakhiri sebelum terjadi ejakulasi intravaginal. Ejakulasi terjadi jauh dari genetalia eksterna wanita.
1. Keuntungan :
• tidak memerlukan alat /murah
• tidak menggunakan zat-zat kimiawi
• selalu tersedia setiap saat
• tidak mempunyai efek samping
2. Kerugian :
• angka kegagalan cukup tinggi
o 16-23 kehamilan per 100 wanita per tahun
o factor-faktor yang menyebabkan angka kegagalan adalah :
- adanya cairan pra ejakulasi, yang dapat keluar setiap saat, dan setiap tetes sudah mengandung berjuta-juta spermatozoa
- kurangnya kontrol dari pria, yang pada metode ini justru penting.
• kenikmatan seksual berkurang bagi suami istri, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan perkawinan.
3. Kontra indikasi :
• Ejakulasi premature pada pria
4. Hal-hal penting yang perlu diketahui oleh akseptor:
• sebelum senggama cairan pra ejakulasi pada ujung penis harus dibersihkan terlebih dahulu
• bila pria merasa akan berejakulasi, ia harus mengeluarkan penisnya dari dalam vagina dan selanjutnya ejakulasi dilakukan jauh dari orifisium vagina.
• coitus interuptus (CI) bukan metode yang baik untuk pasangan yang menginginkan senggama berulang, karena semen yang masih dapat tertinggal di dalam cairan bening dan ujung penis.
• CI bukan metode kontrasepsi yang baik bila suami tidak mengetahui kapan ia akan berejakulasi.






BAB III
PEMBAHASAN

KB merupakan salah satu sarana bagi setiap keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan lahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri, menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi program dari setiap keluarga masyarakat Indonesia.
Masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Dari hasil wawancara terhadap 40 ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di antara mereka memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat dan 30 orang lainnya memilih untuk tidak menggunakan metode kontrasepsi ini. Responden memiliki alasan yang beragam mengenai keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.

3.1 Faktor Pendorong Menggunakan Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat
Masyarakat pengguna metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai hal yang mendorong mereka lebih memilih kontrasepsi tersebut. Adapun factor pendorong masyarakat memilih metode ini dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan keuangan untuk keperluan rumah tangga yang lain sehingga dapat menghemat pengeluaran. Serta dapat melibatkan suami dalam penggunaan kontrasepsi ini seperti pada senggama terputus dimana suami yang memegang peranan penting, sehingga tidak istri saja yang harus menggunakan kontrasepsi.
Mereka juga beranggapan, dengan tidak menggunakan alat dapat terhindar dari efek merugikan bahan kimia yang terkandung di dalam alat kontrasepsi. Hal ini juga dapat menghindarkan diri dari kemungkinan alergi yang ditimbulkan oleh karena pemakaian alat kontrasepsi. Selain itu, alat kontrasepsi menurut mereka dapat menyebabkan sakit dalam pamakaiannya, seperti penggunaan KB suntik 3 bulan dimana akseptor akan mengalami sakit akibat tusukan jarum setiap 3 bulannya. Siklus menstruasi dapat menjadi tidak teratur serta berat badan akan naik pada umumnya, sehingga akan mengurangi daya tarik bagi suami mereka karena kenaikan berat badan yang bertahap. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Berdasarkan kajian teori pada BAB II, telah dijelaskan bahwa untuk menggunakan keluarga berencana alamiah secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya. Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika tidak menginginkan kehamilan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat tidak mempengaruhi siklus menstruasi wanita.
Alasan responden yang beragam tersebut sesuai dengan kajian teori mengenai metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dengan menggunakan metode ini, tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh karena tidak memasukkan benda asing maupun bahan kimia lain. Dalam penggunaannya pun tidak tergantung dengan tenaga medis, sehingga dapat lebih ekonomis.

3.2 Faktor Pendorong tidak Menggunakan Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat
Sebagian besar responden di desa “X” tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dari 40 responden, 30 orang memilih untuk tidak menggunakan metode KB tanpa alat. Mereka memiliki alasan yang beragam. Pada umumnya, mereka beralasan bahwa metode tersebut “ribet” karena perlu waktu dan latihan untuk dapat mengetahui secara tepat masa suburnya. Selain itu, penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pengamatan 1 siklus mentruasi saja, setidaknya perlu pengamatan selama 6 bulan untuk lebih amannya, sehingga dapat terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu bagi mereka yang mempunyai siklus haid yang tidak teratur akan sulit untuk menentukan sendiri kapan atau tidak berada pada masa subur. Keefektivan tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin pasangan maupun akseptor sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih memilih menggunakan KB dengan alat yang lebih efektif dan efisien. Dengan pemakaian yang berkala sehingga mereka tidak perlu ribet lagi untuk memikirkan cara berhubungan seksual setiap harinya untuk mencegah kehamilan atau mengatur jarak kehamilannya.
Dan ada juga kerugiannya karena metode kontrasepsi sederhana tanpa alat memerlukan waktu pantang berkala yang relative lama, sehingga dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga. Suami yang tidak dapat menahan keinginannya untuk melakukan hubungan suami istri, dapat melampiaskan keinginannya tersebut di luar rumah.
Bagi pasangan yang salah satunya terinfeksi penyakit menular seksual (PMS), metode kontrasepsi sederhana tanpa alat ini dihindari. Pasalnya, metode ini tidak melindungi pihak yang tidak terinfeksi, seperti pada penggunaan kondom.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan di depan, dapat disimpulkan faktor pendorong masyarakat memilih metode kontrasepsi sederhana tanpa alat adalah metode ini tidak memerlukan biaya sehingga dapat menghemat pengeluaran, terhindar dari efek merugikan bahan kimia yang terkandung di dalam alat kontrasepsi, menghindari kemungkinan alergi yang ditimbulkan oleh karena pemakaian alat kontrasepsi, tidak merubah siklus menstruasi pada wanita, tidak bertambahnya berat badan bagi penggguna, tidak mempengaruhi kesuburan dalam jangka panjang, dan tidak menyakitkan. Adapun faktor pendorong tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat antara lain memerlukan waktu dan latihan, penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pengamatan 1 siklus menstruasi saja, waktu pantang berkala terlalu lama, KB dengan alat lebih efektif dan efisien, dapat melindungi terhadap infeksi penyakit menular seksual (PMS), serta keefektivan tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin pasangan maupun akseptor sendiri.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan masalah di atas adalah setiap pasangan usia subur yang masih produktif dapat menggunakan metode kontrasepsi jenis apapun semasih mereka bisa mengatur sendiri jarak kehamilannya serta dapat menggunakan dan memanfaatkan dengan efektif. Sehingga program Keluarga Berencana tidak hanya menjadi program pemerintah saja tetapi menjadi program setiap keluarga di dunia khususnya di Indonesia sehingga akan terbentuk manusia Indonesia yang berkualitas.






DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono.2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Hartanto, Hanafi.2004.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Prihatmiati, Atiek. 2003. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Pemilihan Type Alat Kontrasepsi Suntik pada Ibu Menyusui http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php? action=4&idx=280. 12 Maret 2010

Simamora, Sr A. tt . Keluarga Berencana Alamiah dan Pengentasan Kemiskinan. http://www.keluarga-katolik.net/index.php?option=com_content&view=article&id=89: keluarga-berencana-alamiah-dan-pengentasan-kemiskinan&catid=42:relasi&Itemid=168. 12 Maret 2010

Xixi. 15 Mei 2009. Indonesia One Child Policy. http://umum.kompasiana.com/2009/05/15/ indonesia-one-child-policy/. 12 Maret 2010.

1q1q. 2 mei 2008. Kekurangan dan kelebihan alat kontrasepsi. http://i-comers.com/2008/05/02. 12 Maret 2010

PHBS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak asasi manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”. Karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak.
Untuk menjaga kesehatan maka individu harus memiliki pedoman prilaku hidup sehat pemerintah sangat menginginkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang makin meningkat yang salah syaratnya yaitu kesehatan dari individu yang berkualitas. Prillaku yang sehat ini pada zaman sekarang belum bisa dicapai oleh semua orang yang diakibatkan oleh beberapa factor.
Prilaku sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat. Berperilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud apabila ada keinginan, kemauan dan kemampuan para pengambil keputusan dan lintas sektor terkait agar PHBS menjadi program prioritas dan menjadi salah satu agenda pembangunan di Kabupaten/Kota, serta didukung oleh masyarakat.
Agar program PHBS dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari terbentuknya maka program yang ada di dalam PHBS dan proses berjalannya program itu dapat diketahui lebih jelas maka penulis tertarik untuk membahas Pola Hidup Bersih dan Sehat lebih dalam sehingga sebagai calon petugas kesehatan nantinya dapat memiliki bekal pengetahuan tentang PHBS yang bila berada di masyarakat, informasi tentang PHBS dapat tertransfer dengan tepat ke masyarakat.
Tersampaikannya program PHBS secara tepat sasaran akan menimbulkan situasi yang sangat mendukung masyarakat untuk berprilaku hidup sehat sehingga mendukung tercapainya visi Indonesia Sehat 2010


1.2 RUMUSAN MASALAH
Melihat dari latar belakang tersebut, masalah yang dapat penulis rumuskan antara lain:
1. Apa Pengertian dari PHBS ?
2. Apa saja Tujuan dari PHBS ?
3. Siapa saja Sasaran dari PHBS ?
4. Strategi bagaimana yang digunakan dalam kegiatan PHBS?
5. Bagaimana Manajemen PHBS itu ?
6. Bagaimana program penatalaksanaan PHBS di lima tatanan itu?
7. Apa alasan dibentuknya PHBS?

1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam rangka penyusunan makalah ini antara lain :
1. Dapat memahami pengertian dari PHBS.
2. Dapat mengetahui tujuan dari PHBS.
3. Mengetahui siapa saja sasaran dari PHBS.
4. Dapat mengerti Strategi yang digunakan dalam kegiatan PHBS
5. Dapat mengetahui manajemen dari PHBS.
6. Mengetahui program penatalaksanaan PHBS di lima tatanan masyarakat.
7. Dapat mengetahui alasan dibentuknya PHBS.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment).
2.2 TUJUAN
PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Dan dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS
2.3 SASARAN
2.3.1 Tatanan Rumah Tangga
Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan terbagi dalam :
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah)



b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK

c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dll.

2.3.2 Tatanan Institusi Pendidikan/ sekolah
Sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan adalah seluruh anggota
keluarga institusi pendidikan dan terbagi dalam :
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah perilakunya atau siswa dan guru yang bermasalah (individu/kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua siswa, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK
c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat dan orang tua siswa

2.3.3 Tatanan di Tempat umum
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama di tempat umum yang akan dirubah
perilakunya yaitu pengurus maupun pengunjung yang bermasalah dalam berprilaku hidup bersih dan sehat
b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu/ kelompok di tempat umum yang bermasalah yaitu prilaku masyarakat di sekitar tempat umum
c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di tempat umum misalnya, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Dinas kebersihan, guru, tokoh masyarakat.

2.3.4 Tatanan di Tempat Kerja
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam lingkungan tempat kerja yang akan dirubah perilakunya yaitu seluruh aspek yang ada dalam suatu perusahaan (karyawan dan pemilik perusahaan) yang bermasalah.
b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu yang bermasalah dalam lingkungan tempat kerja yaitu pemilik perusahaan, mitra kerja
c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS dalam lingkungan perusahaan, yaitu kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, tokoh masyarakat

2.3.5 Tatanan di Sarana Institusi Kesehatan
a. Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam institusi kesehatan yang akan dirubah perilakunya atau bermasalah (individu/kelompok) yaitu pengunjung, pengguna fasilitas, dan paramedis dalam institusi kesehatan.
b. Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam institusi kesehatan yang bermasalah misalnya, kelapa ruangan, dokter, dan kepala rumah sakit.
c. Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi kesehatan misalnya, Dinas kesehatan

Sasaran PHBS bila dilihat dari segi lingkungan tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS.
Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera.
2.4. STRATEGI KEGIATAN PHBS
Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru.
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :
2.4.1 Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organisation) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagaibantuan,hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2.4.2. Binasuasana
Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, orangorang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat,khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu :
a. Pendekatan Individu
b. Pendekatan Kelompok
c. Pendekatan Masyarakat Umum

2.4.3 Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu
a. mengetahui atau menyadari adanya masalah.
b. tertarik untuk ikut mengatasi masalah.
c. peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternative pemecahan masalah.
d. sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah.
e. memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu :
a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
d. Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
e. Dikemas secara menarik dan jelas
f. Sesuai dengan waktu yang tersedia.

2.5 MANAJEMEN PHBS
Kerangka konsep Manajemen PHBS
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3.Penggerakan dan Pelaksanaan
4. Pemantauan dan Penilaian

Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah perilaku (PHBS) dan sumber daya. Luaran pengkajian adalah pemetaan masalah PHBS yang dilanjutkan dengan rumusan masalah. Dalam proses pengkajian ini juga harus dilewati tahap persiapan sebelum dilanjutkan ke tahap perencanaan, hal ini untuk dapat mengetahui lebih dalam tentang sumber daya yang ada sehingga perencanaan yang di buat sesuai.
Tahap persiapan
No. KEGIATAN TUJUAN LUARAN
1. Sosialisasi dan Advokasi Agar LS/LP/LSM/Mitra mengetahui program PHBS - Dukungan Dana/Kebijakan Politis/Kemitraan
- Sepakat melaksanakan PHBS
- Peran & fungsi masing-masing jelas
2. Persiapan sarana Identifikasi Kebutuhan sarana - Daftar jenis & jumlah sarana yang dibutuhkan
- Kuisioner
3. Persiapan Administrasi Identifikasi lapangan - Daftar surat yang diperlukan
- Format pencatatan & pelaporan
4 Persiapan Pelaksanaan Identifikasi : siapa yang melakukan apa - Daftar penanggungjawaban masing-masing kegiatan.

Perencanaan berbasis data akan menghasilkan rumusan tujuan, rumusan intervensi dan jadwal kegiatan :
Perencanaan
No. Kegiatan Tujuan Luaran
1 Rumusan Tujuan Untuk membuat target yang ingin dicapai Adanya target yang bisa diukur
2 Rumusan Rencana Kegiatan Intervensi Untuk mengembangkan berbagai alternative intervensi Adanya rencana kegiatan intervensi yang menyeluruh, meliputi penyuluhan masalah/ terpadu / rancangan medis
3 Pembuatan Jadwal kegiatan Untuk menetapkan waktu bagi setiap kegiatan Adanya jadwal kegiatan intervensi.

Penggerakan pelaksanaan, merupakan inplementasi dari intervensi masalah terpilih, yang penggerakannya dilakukan oleh petugas promosi kesehatan, sedangkan pelaksanaannya bisa oleh petugas promosi kesehatan atau lintas program dan lintas sektor terkait.
Pergerakan & Pelaksanaan
No. Kegiatan Tujuan Luaran
1 Advokasi 1. Untuk mempengaruhi peraturan dan kebijakan yang mendukung pemerdayaan PHBS
2. Mempengaruhi pihak lain agar mendukung PBHS.
3. Meningkatkan kerjasama masyarakat dan pemerintah.
4. Menggalang dukungan lewat pendapat umum melalui media massa. 1. Adanya dukungan politik dari pengambil keputusan dalam bentuk SK atau keputusan unutk melaksanakan PHBS.
2. Adanya keperdulian LSM terhadap PHBS.
3. Adanya anggaran rutin yang dinamis dari APBD dan sumber lain untuk pelaksanaan PHBS.
2 Bina Suasana 1. Untuk menciptakan berbagai opini yang ada di masyarakat yang mendukung tercapainya PHBS di semua tatanan.
Terciptanya opini, etika norma dan kondisi masyarakat yang ber-PHBS.
3 Pemerdayaan/
Gerakan Masyarakat 1. Untuk menumbuh kembangkan potensi masyarakat untuk mendukung dan memberdayakan PHBS. 1. Meningkatkan UKBM
2. Meningkatkan peserta dana sehat JPKM


Pemantauan dilakukan secara berkala dengan menggunakan format pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada enam bulan pertama atau akhir tahun berjalan. Dalam setiap tahapan Manajemen tersebut petugas promosi kesehatan tidak mungkin bisa bekerja sendiri tetapi harus melibatkan petugas lintas program dan lintas sektor terkait terutama masyarakat itu sendiri.

2.6 BENTUK- BENTUK KEGIATAN PHBS
Kegiatan PHBS secara mandiri dapat dilakukan oleh semua masyarakat secara mandiri baik oleh individu maupun kelompok. Kegiatan PHBS yang dapat dilakukan oleh masyarakat dapat dilakukan di beberapa bidang, yaitu :
Di bidang kebersihan perorangan,beberapa prilaku bersih dan sehat yaitu :
a. Seperti cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun,
b. Mandi minimal 2x/hari
c. Gosok gigi minimal 2 x sehari

Di bidang Gizi dan Farmasi, beberapa perilaku bersih dan sehat yaitu :
a. Makan dengan gizi seimbang
b. Memberi bayi ASI eksklusif
c. Mengkonsumsi garam beryodium
d. Makan buah dan sayur tiap hari
e. Menimbang berat badan(BB) dan tinggi badan (TB) setiap bulan
Di bidang Kesling, beberapa perilaku bersih dan sehat yaitu:
a. Seperti membuang sampah pada tempatnya,
b. Menggunakan jamban,
c. Memberantas jentik
d. Rumah memiliki ventilasi
e. Menggunakan air bersih
f. Memiliki jamban yang telah memenuhi syarat kesehatan
Di Bidang KIA & KB, beberapa perilaku bersih dan sehat yaitu :
a. Memeriksakan kehamilan secara rutin
b. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
c. Mengimunisasi Balita dengan lengkap
Di Bidang Pemeliharaan Kesehatan, beberapa contohnya adalah:
a. Memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan
b. Memiliki buku KIA untuk ibu hamil
c. Mendaftar sebagai pengguna pelayan kesehatan di suatu rumah sakit
d. Memanfaatkan Puskesmas/Sarana Kesehatan lain


2.7 PROGRAM PELAKSANAAN PHBS DI LIMA TATANAN MASYARAKAT
Menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada setiap orang bukanlah hal yang mudah, akan tetapi memerlukan proses yang panjang. Setiap orang hidup dalam tatanannya dan saling mempengaruhi serta berinteraksi antar pribadi dalam tatanan tersebut. Memantau, menilai, dan mengukur tingkat kemajuan tatanan adalah lebih mudah dibandingkan dengan perorangan. Oleh karena itu, pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan tatanan 5 tatanan masyarakat, yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan institusi kesehatan. Program yang dilaksanakan di kelima tatnan tersebut berlainan, berdasarkan keperluan dan keadaan yang dihadapi.
Program-program tersebut antara lain:
1. PHBS di Rumah Tangga
Merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.
Syarat rumah tangga sehat yaitu :
- Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan).
- Memberi bayi ASI eksklusif
- Menimbang bayi dan balita setiap bulan
- Menggunakan air bersih
- Mencuci tangan dgn air bersih, mengalir, dan sabun
- Menggunakan jamban
- Memberantas jentik di rumah
- Makan sayur dan buah setiap hari
- Melakukan aktivitas fisik setiap hari
- Tidak merokok di dalam rumah

2. PHBS di sekolah
Seiring munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), yang ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah. Manfaat PHBS di sekolah di antaranya :
a. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
b. Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik
c. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat)
d. Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
e. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.
Syarat-syarat sekolah ber-PHBS yaitu :
a. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
b. Jajan di kantin sekolah yang sehat
c. Membuang sampah pada tempatnya
d. Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah
e. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan
f. Tidak merokok di sekolah
g. Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin.
h. Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah


3. PHBS di tempat-tempat umum
Tempat-tempat umum merupakan sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan masyarakat, seperti sarana pariwisata, transportasi umum, sarana ibadah, sarana olahraga, sarana, perdagangan, dsb. Disini kita berupaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat-tempat umum yang ber-PHBS. Melalui penerapan PHBS di tempat umum ini, diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum akan terjaga kesehatannya dan tidak tertular atau menularkan penyakit.
Syarat tempat umum yang ber-PHBS yaitu :
a. Menggunakan air bersih
b. Menggunakan jamban
c. Membuang sampah pada tempatnya
d. Tidak merokok
e. Tidak meludah sembarangan
f. Memberantas jentik nyamuk
g. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih
h. Menutup makanan dan minuman

4. PHBS di tempat kerja
Merupakan upaya memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat. Penerapan PHBS di tempat kerja diperlukan untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan kesehatan pekerja agar tetap sehat dan produktif. Manfaat PHBS di tempat kerja diantaranya masyarakat di sekitar tempat kerja menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit, serta lingkungan di sekitar tempat kerja menjadi lebih bersih, indah, dan sehat.
Syarat tempat umum yang sehat yaitu :
a. Mengkonsumsi makanan bergizi
b. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
c. Tidak merokok di tempat kerja
d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
e. Menggunakan air bersih
f. Memberantas jentik di tempat kerja
g. Menggunakan jamban
h. Membuang sampah pada tempatnya

5. PHBS di institusi kesehatan
Institusi kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik swasta. Sehingga dapat memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu, mampu, dan mampu mempraktikkan hidup perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan intitusi kesehatan ber-PHBS.
PHBS di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit, infeksi nosokomial dan mewujudkan Institusi Kesehatan yang sehat.
Syarat institusi sehat yaitu :
- Menggunakan air bersih
- Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
- Menggunakan jamban
- Membuang sampah pada tempatnya
- Tidak merokok di Institusi Kesehatan
- Tidak meludah sembarangan
- Memberantas jentik nyamuk.



2.8 ALASAN TERBENTUKNYA PHBS
PHBS dirancang berisi pedoman pola hidup bersih dan sehat untuk dapat menjadi pedoman masyarakat agar dapat hidup sehat serta untuk mengukur apakah kita sudah termasuk hidup sehat atau tidak. Karena melihat prilaku masyarakat makin jauh dari pola hidup sehat. Dengan dibentuknya PHBS ini diharapkan dapat memberikan masyarakat pengetahuan lebih banyak tentang prilaku sehat dan manfaatnya di kehidupan sehari-hari.
Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/Menkes /SK/II/2004 dan salah satu subsistem dari SKN adalah subsistem Pemberdayaan Masyarakat. Kebijakan Nasional Promosi kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditet asional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010)
















BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah:
Prilaku Hidup Bersih Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar kepada perorangan, keluarga, kelompok masyarakat sehingga timbul kemauan, kesadaran, dan kemampuan untuk mempraktikkan PHBS. Tujuan PHBS adalah untuk mencegah penyakit menular yang lain melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Sasaran PHBS yaitu tatanan rumah tangga, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat umum, tatanan tempat kerja, dan tatanan institusi kesehatan. Strategi kegiatan PHBS adalah gerakan pemberdayaan, binasuasana, dan advokasi. Manajemen PHBS ada 4 langkah yaitu pengkajian, perencanaan, penggerakan dan pelaksanaan, pemantauan dan penilaian. Bentuk-bentuk kegiatan PHBS adalah kegiatan di bidang kebersihan perorangan, bidang Gizi dan Farmasi, bidang Kesling, bidang KIA & KB, dan bidang Pemeliharaan Kesehatan. Program pelaksanaan PHBS di lima tatanan adalah PHBS di Rumah Tangga, PHBS di sekolah, PHBS di tempat-tempat umum, PHBS di tempat kerja, dan PHBS di institusi kesehatan. Alasan terbentuknya PHBS adalah sebagai pedoman bagi mayarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.



3.2 SARAN-SARAN
a. Kepada individu serta masyarakat agar lebih meningkatkan kemauan, kesadaran, dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga PHBS dapat ditingkatkan.
b. Kepada pemerintah agar lebih memberikan perhatian kepada masyarakat mengenai kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kebersihan dan kesehatan.

EMPAT LEVEL PENCEGAHAN DALAM EPIDEMIOLOGI

EMPAT LEVEL PENCEGAHAN

Visi Indonesia sehat merupakan pandangan Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan bagi semua masyarakat. Untuk mencapai visi tesebut maka diperlukanlah berbagai upaya dan strategi yang menunjang program tersebut. Adapun upaya yang dilakukan adalah mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Upaya promotif dan preventif merupakan hal yang mendapat priortas utama namun tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitative. Upaya promotif dan preventif ini dianggap lebih efektif untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan daripada usaha kuratif dan rehabilitative, ini dapat dilihat melalui slogan “Lebih baik mencegah daripada mengobati”.
Menurut Leavell dan clark menjelaskan bahwa upaya pencegahan dapat dilakukan pada tahap sebelum terjadinya sakit dan pada tahap setelah terjadinya sakit. Pada tahap sebelum terjadinya sakit dapat dilakukan upaya promotif dan preventif (primodial prevention dan primary prevention) dan kuratif dan rehabilitative (secondary prevention dan tertiary prevention). Oleh sebab itulah dikenal empat tingkat upaya pencegahan penyakit.
Upaya yang dimaksud adalah :
1. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)
Upaya pencegahan tingkat awal ini adalah usaha mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah kepada masyarakat terhadap penyakit secara umum. Mengkondisikan masyarakat agar penyakit tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Upaya ini tidak hanya dari pihak petugas kesehatan saja namun dari seluruh masyarakat. Yang terlebih sasarannya adalah kelompok remaja dan usia muda, dengan tidak mengabaikan kelompok dewasa dan usila.
Pencegahan ini meliputi :
- Memelihara dan mempertahankan gaya hidup yang sudah ada dan benar dalam masyarakat. Agar dapat mencegah meningkatnya resiko terhadap penyakit tertentu.
- Mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk tidak meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap berbagai penyakit.
- Melakukan modifikasi, penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam masyarakat.
2. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
Pencegahan primer ini merupakan upaya agar masyarakat yang berada dalam keadaan sehat tidak jatuh dalam keadaan sakit, melalui usaha mengontrol dan mengatasi factor resiko dengan sasaran utamanya adalah orang sehat melalui promosi kesehatan.
Pada tahap ini ada 2 golongan kegiatan yaitu :
1) Health promotion ( peningkatan kesehatan )
Peningkatan status kesehatan yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat resiko yang melalui beberapa kegiatan yaitu:
- Kampanye kesadaran masyarakat
- Promosi kesehatan
- Pendidikan kesehatan masyarakat ( health education )
- Peningkatan gizi
- Pengamatan tumbuh kembang
- Pengadaan rumah sehat
- Penyelenggaraan hiburan sehat
- Konsultasi perkawinan
- Pendidikan sex
- Pengendalian lingkungan
2) General and specific protection ( perlindungan khusus dan umum )
Merupakan usaha atau upaya kesehatan untuk memberikan pelindungan secara khusus dan umum yang diberikan kepada penjamu atau penyebab untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengurangi resiko terhadap penyakit tertentu yang meliputi,:
- Imunisasi
- Hygiene perorangan
- Perlindungan diri dari lingkungan
- Perlindungan diri dari kecelakaan
- Kesehatan kerja
- Perlindungan diri dari carcinogen, foxin, dan allergen
- Pengendalian sumber-sumber pencemaran
Adapun strategi pokok yang dilakukan dalam usaha pencegahan ini meliputi :
1) Strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan
Sasaran pada strategi ini lebih luas sehingga bersifat radikal, memilliki potensi yang lebih besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran prilaku. Namun secara individu kurang bemanfaat dan rasio antara manfaat dan resiko cukup rendah.
2) Strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok resiko tinggi.
Strategi ini sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek dan dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan resiko cukup baik. Namun sulit dalam memilih kelompok dengan resiko tinggi, efeknya sangat rendah dan bersifat temporer serta kurang sesuai untuk sasaran prilaku.
Penerapan upaya pencegahan primer dapat melalui program PKM ( Penyuluhan Kesehatan masyarakat), program P2M ( pemberantasan penyakit menular), dan program konseling.
3. Pencegahan tingkat kedua ( secondary prevention )
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada masyarakat yang dalam keadaan sakit, mereka yang terancam akan menderita penyakit tertentu.
Pencegahan ini dilakukan dengan 2 kegiatan yaitu:
1) Early diagnose dan prompt treatment ( diagnose dini dan pengobatan )
- Screening dini
- Penemuan kasus secara dini
- Pemeriksaan umum lengkap
- Pemeriksaan massal
- Survey terhadap kontak, rumah dan sekolah
- Penanganan kasus
- kemoterapi
2) Disability limitation ( pembatasan gangguan )
- Penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan
- Pencegahan komplikasi
- Perbaikan fasilitas kesehatan
- Penurunan beban social masyarakat
Penerapan pencegahan sekunder pada program kesehatan masyarakat dapat melalui Program P2M, program kesehatan, program KIA melalui deteksi dini, factor resiko gangguan kehamilan.
4. Pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention )
Upaya pencegahan tingkat ketiga atau rehabilitasi merupakan upaya pemulihan masyarakat yang setelah sembuh dari sakit dan mengalami kecacatan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut melalui aspek medis, dan social diterapkan melalui PHN ( Public Health Nursing )
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi, dan social seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitas fisik / medis, rehabilitasi mental, rehabilitasi social, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna.
Pencegahan ini dapat dilakukan melalui :
- Perawatan rumah jompo
- Memberikan keterampilan bagi penderita cacat
- Membentuk perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat tertentu.